Berpuluh-puluh tahun kawasan perkampungan nelayan Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin bermasalah dengan sistem pengelolaan sampah. Dapat diakatakan bahwa di tengah pemukiman yang padat ini tidak ada sistem pengelolaan sampah sama sekali. Membuang sampah disembarang tempat pun jadi kebiasaan masyarakat sehari-hari. Konsekuensinya sampah menumpuk dan berserakan diantara rumah-rumah dan dibawah rumah panggung yang dihuni warga.
Belum Ada Solusi
Perkampungan yang terdiri dari 5 desa ini menurut data resmi tahun 2018 dihuni oleh kurang lebih 23.758 jiwa penduduk atau kurang lebih sekitar 5000 Kepala Keluarga ini merupakan perkampungan yang sangat padat di kawasan pasang surut muara Sungai Musi dan pesisir Selat Bangka. Perkampungan ini tidak dilengkapi dengan sistem pembuangan sampah sehingga masyarakat membuang sampah begitu saja di area pemukiman atau pantai dan tepian laut. Lambat laun sampah plastik terlihat menumpuk di setiap pojok, lorong dan sudut pemukiman dan menciptakan pemandangan yang kumuh dan kotor. Pemerintah Kabupaten, Kecamatan dan juga pemerintah desa hingga program ini dijalankan belum menemukan solusi tentang masalah persampahan ini. Beberapa permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya alokasi lahan untuk pembuangan akhir atau pembuangan sementara dan juga kemauan penduduk untuk mengeluarkan atau membayar biaya pengolahan sampah. Pemerintah juga terlihat masih enggan membangung infrastruktur pengelolaan sampah karena belum ada sistem pengelolaan yang tepat.
Strategi Sederhana, Efektif dan Mudah Direplikasi
Diperlukan pendekatan dan strategi yang tepat dan mudah diterima masyarakat untuk mengatasi persoalan sampah di kawasan ini. Tim dari RELUNG Indonesia yang bekerjasama dengan Yayasan Penabulu-KELOLA Sendang mencoba menggagas strategi dan pendekatan.
Inisiatif ini dimulai dengan diskusi awal antara anggota perangkat Desa Sungsang, Kec. Banyuasin II dengan tim Yayasan Penabulu dan RELUNG Indonesia pada awal bulan Agustus 2019. Diskusi ini memunculkan berbagai ide salah satunya mengintegrasikan gerakan pengelolaan sampah dengan aktivitas pendidikan dan kebudayaan. Hal ini didasari pemikiran bahwa edukasi terkait sampah merupakan hal utama dan pertama untuk mengubah persepsi dan perilaku masyarakat setempat terkait pengelolaan sampah.
Berdasarkan rangkaian diskusi dengan pemerintah kecamatan maka disusunlah strategi kampanye bertemakan Sungsang Bersih dan pengembangan Bank Sampah. Selanjutnya disepakati pelaksanaan hal-hal teknis sebagai berikut:
- Dicanangkan beberapa area percontohan bersih
- Digalakkan kegiatan Jumat Bersih
- Dilakukan kegiatan pengumpulan sampah di suatu tempat
- Dilakukan sosialisasi tentang permasalahan sampah dan rencana pengelolaannya kepada staf kecamatan, sekolah, perangkat desa, dan juga Puskesmas.
- Pembentukan pengurus Bank Sampah
- Dilakukan penjajakan pasar untuk penjualan sampah yang telah terkumpul
Berdasarkan kesepakatan diatas maka ditetapkan beberapa area percontohan bebas sampah, yaitu:
- Komplek kecamatan,
- komplek puskesmas,
- komplek Balai Desa
- kompleks sekolah SD Negeri Banyuasin II
Selain menciptakan komplek percontohan bebas sampah melalui “Gerakan Jumat Bersih”, pemerintah kecamatan juga mengembangkan sistem pengelolaan Bank Sampah. Bank Sampah ini dikembangkan di Ibukota Kecamatan yaitu Desa Sungsang I. Gerakan Jumat Bersih dan Pengembangan Bank Sampah ini terbukti secara efektif bisa mempengaruhi pola pikir masyarakat dan juga pemerintah desa-desa kawasan perkampungan Sungsang. Pengelolaan Tempat Pengumpulan Sementara dan Bank Sampah ini merupakan bentuk inovasi kelembagaan dalam mengatasi persoalan sampah. Keberadaan Bank Sampah dan sistem penampungannya mampu memberikan daya ungkit bagi masyarakat untuk mengembangkan sistem pembuangan sampah. Pengelola Bank Sampah mengumpulkan sampah dari masyarakat dan mencatat volume sampah yang dikumpulkan warga. Selanjutnya sampah an organic seperti plastic, kertas, logam dan lain sebagainya dijual ke Palembang ke pengepul sampah komersial. Saat ini pengelola Bank sampah ini memperoleh subsidi pendanaan dari pemerintah kecamatan sebagai pegawai honorer, namun selanjutnya akan ditopang pula dari hasil penjualan sampah yang terkumpul.
Pada perkembangannya terdapat 2 pemerintah desa yaitu pemerintah Desa Sungsang III dan Desa Muara Sungsang telah mengalokasikan Dana Desa sebesar masing-masing 100 juta rupiah untuk mengembangkan dan sistem pengelolaan sampah di desanya masing-masing. Pemerintah juga telah mengalokasikan anggarannya untuk membangun Tempat Pengelolaan Sementara (TPS) untuk sampah di kawasan Sungsang ini pada tahun 2020.
Kurang lebih 1 tahun beberapa strategi yang telah disusun diatas dijalankan dan terlihat mampu meningkatkan perhatian masyarakat terhadap isu pengelolaan sampah. Namun sejumlah kendala muncul di tengah jalan:
- Bank Sampah tidak lagi menampung residu hasil pemilahan
- Belum ada infrastruktur yang memadai untuk menampung sampah yang telah dikumpulkan warga
- Dana Desa terimbas kebijakan refocusing untuk penanganan covid-19
Inisiasi Peraturan Desa tentang Pengelolaan Sampah
Mengingat masih banyaknya kendala yang dihadapi oleh warga masyarakat maka Tim RELUNG Indonesia bersama Yayasan Penabulu pada pertengahan tahun 2020 bersama-sama dengan pemerintah kecamatan dan pemerintah desa dari 5 desa yang ada di pemukiman ini menggagas ide tentang peraturan desa tentang pengelolaan sampah. Penyusunan peraturan desa ini bertujuan untuk:
- Membangun sistem dan mekanisme pengelolaan sampah secara kolektif di setiap desa
- Membangun kelembagaan khusus yang menanganani urusan sampah di setiap desa
Memberikan landasan hukum bagi pemerintah desa dalam menyusun rencana kerja dan mengalokasikan anggaran untuk penanganan maslah sampah
Melalui beberapa kali pembahasan yang dilakukan baik di tingkat kecamatan maupun tingkat desa pada Desember 2020 rancangan peraturan desa tentang pengelolaan sampah di 5 desa di perkampungan Sungsang telah selesai dibahas antara pemerintah desa dan para anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebelum disyahkan menjadi Peraturan Desa secara formal akan dilakukan proses konsultasi ke pemerintah kabupaten.
Ketokohan dan Kesamaan Cita-cita
Pada awalnya perubahan ini diinisiasi oleh pemerintah Kecamatan Banyuasin II Perubahan kesadaran tentang pentingnya mengelola sampah ini terjadi di tingkat masyarakat, Dalam hal ini mereka aktif baik sebagai nasabah dan juga pengelola Bank Sampah. Namun kesadaran ini akhirnya berkembang di tingkat pemerintah desa dan juga pemerintah Kabupaten dengan mengalokasikan Anggaran Pembangunan untuk mendukung program yang tengah dikembangkan.
Perubahan ini terjadi karena faktor kepemimpinan yang kuat dari pemerintah kecamatan dan juga pemilihan strategi yang tepat yang dihasilkan antara pemerintah kecamatan Banyuasin II dan Yayasan Penabulu dan RELUNG Indonesia. Selain itu juga terdapat kesadaran yang kuat dari beberapa tokoh seperti pegawai kecamatan, guru-guru, pegawai puskesmas, perangkat desa dan generasi muda tentang pentingnya menangani permasalahan sampah. Kesadaran ini sudah lama tumbuh dibeberapa pihak namun mereka belum tahu harus memulai langkah darimana.
Perubahan terjadi pada saat pemerintah Kecamatan Banyuasin, Sekolah, Puskesmas, dan Pemerintah Desa Sungsang I berhasil merintis area percontohan bebas sampah dan dapat disaksikan dengan nyata oleh mesyarakat dan pemerintah desa lainnya.