Email Address
info@relung.or.id
Phone Number
+62 851-7544-2708
Our Location
Sleman, Yogyakarta 55573
info@relung.or.id
+62 851-7544-2708
Sleman, Yogyakarta 55573
admin
September 17, 2024
Di sudut hijau nan asri pegunungan Petungkriyono, terdapat perempuan-perempuan tangguh yang tidak hanya menjaga kehidupan mereka sendiri tetapi juga keberlanjutan lingkungan dan ekonomi desa. Mereka adalah garda terdepan dalam pengelolaan sumber daya alam, menggunakan keahlian tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, di tengah upaya keras mereka, tantangan perubahan iklim semakin nyata, mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan produktivitas mereka.
Salah satu sosok yang menginspirasi adalah Ibu Dasri, seorang ahli pengolah nira aren. Di usianya yang sudah mencapai 65 tahun, ia masih aktif memproduksi gula aren, gula jahe dan gula semut, produk yang menjadi tumpuan ekonomi keluarganya. Namun, perubahan iklim mulai mempengaruhi siklus produksi nira, di mana curah hujan yang tidak menentu dan suhu yang ekstrem mengganggu proses pengumpulan nira dari pohon aren. Dengan pengetahuan lokalnya, Ibu Dasri tetap mencari cara adaptif untuk menjaga kualitas produknya. Ini tidak hanya soal pendapatan, tetapi juga tentang menjaga stabilitas ekonomi desa di tengah perubahan iklim.
Tidak jauh berbeda dengan Ibu Suri (45 tahun) memainkan peran penting dalam budidaya padi hitam. Ia mengelola lahan di bawah ancaman perubahan pola cuaca yang bisa mempengaruhi produktivitas hasil panen padinya. Hujan yang tak terduga dan musim kering yang berkepanjangan mengharuskannya untuk menyesuaikan teknik bertaninya, termasuk waktu tanam dan pemanfaatan sumber daya air yang lebih efisien. Dalam setiap musim tanam, Ibu Suri menjadi salah satu penjaga tradisi sekaligus pendorong ketahanan ekonomi dan pangan desa, dengan mengambil langkah-langkah inovatif untuk menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak terduga.
Di sisi lain, perempuan seperti Ibu Marsiti (43 tahun) juga merasakan dampak perubahan iklim dalam kegiatan sehari-harinya sebagai pembuat lanjaran dari bambu (ajir), ia menyaksikan bagaimana curah hujan yang berlebihan dan erosi tanah dapat merusak area penanaman bambu yang digunakannya sebagai bahan baku. Namun, dengan keterampilan adaptif dan inovatifnya, ia terus menghasilkan lanjaran yang tidak hanya menopang ekonomi keluarganya namun juga sebagai penguat tanaman lokal, menjaga kesinambungan pertanian di tengah perubahan lingkungan.
Begitu juga dengan Ibu Kayem (64 tahun) pada umur yang sudah tidak muda lagi, baliau masih terlibat aktif dalam pengelolaan cengkeh. Cengkeh, yang menjadi komoditas bernilai tinggi, sangat sensitif terhadap perubahan cuaca. Cuaca ekstrem mengancam siklus pertumbuhannya, tetapi perempuan seperti Ibu Kayem tetap berkomitmen menjaga kualitas hasil kebunnya.
Perempuan sering kali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim karena mereka secara langsung bergantung pada sumber daya alam untuk penghidupan mereka. Namun, di Petungkriyono, perempuan tidak hanya menjadi korban perubahan iklim tetapi juga agen perubahan. Mereka menggunakan pengetahuan lokal dan keahlian turun-temurun untuk berinovasi dalam menghadapi krisis iklim. Perempuan di Petungkriyono tidak hanya menjadi penggerak ekonomi tetapi juga memiliki peran penting dalam mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Sebagai pengelola utama rumah tangga dan pertanian, mereka merasakan langsung perubahan cuaca dan dampaknya terhadap sumber penghidupan mereka. Keberanian dan ketangguhan perempuan-perempuan ini dalam mengadopsi praktik-praktik yang lebih adaptif dan ramah lingkungan menunjukkan bahwa mereka adalah kunci dalam menciptakan ketahanan iklim di tingkat komunitas.
Sayangnya, dalam banyak konteks, peran perempuan sering kali terabaikan dalam pengambilan keputusan terkait adaptasi iklim dan pengelolaan sumber daya alam. Mereka tidak hanya harus beradaptasi dengan kondisi cuaca yang berubah, tetapi juga menghadapi ketidaksetaraan gender yang bisa menghambat akses mereka terhadap informasi, teknologi, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan ini. Oleh karena itu, penting bagi kebijakan pembangunan berkelanjutan di Petungkriyono dan wilayah sekitarnya untuk memberikan perhatian lebih pada perspektif gender, memastikan bahwa perempuan memiliki suara yang sama dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan adaptasi iklim dan pengelolaan lingkungan.
Melalui berbagai peran ini, perempuan di Petungkriyono membuktikan bahwa keberlanjutan ekonomi dan ketahanan terhadap perubahan iklim berjalan seiring. Dengan kearifan lokal yang mereka miliki, serta kemampuan untuk berinovasi, perempuan di desa ini menjadi pilar utama dalam menjaga keberlanjutan alam dan ekonomi untuk generasi mendatang. Namun, dukungan yang lebih besar terhadap hak, akses, dan partisipasi perempuan dalam pembangunan lokal sangat penting untuk memperkuat upaya mereka dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin menantang.
Kontributor:
Shella
“Worry often gives a small thing a big shadow.”
-Swedish proverb
Jaga lingkungan bersama Relung Indonesia Foundation! Dapatkan informasi terkini seputar kehutanan dan lingkungan di Indonesia.
Relung Indonesia Foundation
Copyright © 2023. All rights reserved.