
Email Address
info@relung.or.id
Phone Number
+62 851-7544-2708
Our Location
Sleman, Yogyakarta 55573
info@relung.or.id
+62 851-7544-2708
Sleman, Yogyakarta 55573
admin
Mei 15, 2025
Yogyakarta, 22 April–9 Mei 2025 — Bumi bukanlah warisan dari leluhur, tetapi titipan untuk generasi mendatang. Semangat inilah yang mengalir dalam setiap langkah “Cerita dari Jogja untuk Bumi”, sebuah rangkaian peringatan Hari Bumi Nasional yang menyatukan energi lintas generasi, komunitas, dan ide.
Â
Tujuh organisasi masyarakat sipil — Yayasan Relung Indonesia, Javan Wildlife Institute (JAWI), Center for Orangutan Protection (COP), Swara Owa, Teman Berjalan, Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ), dan Yayasan Aksi Konservasi Yogyakarta (4K) — bersatu dalam dua kegiatan utama: aksi jalan kaki dan kampanye visual di kawasan Malioboro pada 22 April 2025, serta gelar wicara publik bertajuk “Gen-Z dan Pemberdayaan Komunitas untuk Keberlanjutan Lingkungan” di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada pada 9 Mei.
Â
Malioboro hari itu tak hanya dipenuhi wisatawan, tetapi juga semangat perubahan. Anak muda mengenakan kaos kampanye, membawa poster bergambar bumi, dan membagikan pesan-pesan penyelamatan lingkungan kepada publik. Di antara keramaian, mereka menghadirkan suara-suara dari hutan, dari sungai, dari tanah yang terluka—dalam bentuk gambar, puisi, dan orasi singkat yang menggugah.
Â
Kegiatan ini bukanlah teatrikal, melainkan aktual. Sebuah upaya menghidupkan kembali ruang publik sebagai ruang advokasi. Sebuah cara baru menyampaikan keresahan, bukan dengan marah-marah, tapi dengan merangkul.
Â
Dalam gelar wicara yang berlangsung hangat dan penuh dialog, para narasumber menyoroti pendekatan pemberdayaan masyarakat yang berbasis kemitraan. Farah Dini dari JAWI menyampaikan bahwa masyarakat sekitar hutan harus dilihat sebagai mitra strategis dalam konservasi, bukan sekadar objek penerima program.
Â
“Banyak dari mereka merusak hutan bukan karena mau, tapi karena perlu. Maka, solusi kita harus menjawab kebutuhan—bukan sekadar menyalahkan,” ujar Farah.
Â
Melalui program ekowisata dan pelibatan pemuda lokal, JAWI mencoba membalik logika konservasi: dari pendekatan eksklusif menjadi gerakan kolektif. Di sana, konservasi bukan cuma soal menyelamatkan spesies, tapi juga membuka peluang hidup yang lebih baik.
Â
Indira dari Center for Orangutan Protection (COP) menambahkan pentingnya peran generasi muda dalam konservasi digital. Para relawan dilibatkan dalam patroli hutan, dokumentasi satwa, dan kampanye kreatif di media sosial.
Â
“Gen-Z bukan sekadar target edukasi. Mereka adalah aktor penting—penggerak, pengisah, dan penjaga narasi,” tegas Indira.
Â
Tak kalah penting adalah bagaimana cerita lingkungan disampaikan. Fotografer satwa, Ignas Dwi Wardhana, menggarisbawahi kekuatan visual dalam menghidupkan rasa. Menurutnya, edukasi lewat gambar bisa menjangkau jauh melampaui ceramah dan dokumen laporan.
Â
“Kalau hanya bercerita, dampaknya terbatas. Tapi dengan gambar, pesan kita bisa menembus sekat waktu dan geografi,” ungkap Ignas. Dokumentasi visual adalah jembatan emosional antara masyarakat umum dan krisis ekologi yang sering tak terlihat.
Â
Setelah sesi talkshow, kegiatan ini semakin hidup dengan sesi screening film dokumenter pendek yang bekerja sama dengan Forum Film Dokumenter (FFD). Dua film diputar untuk memperkuat pesan konservasi dan perjuangan masyarakat lokal.
Â
Film pertama, “Kembali ke Laut” dari 4K, menampilkan kisah nyata masyarakat yang gigih menjaga kelestarian penyu, menyoroti upaya pelestarian satwa yang sudah menjadi bagian dari tradisi dan identitas lokal. Film ini menampilkan narasi visual yang menyentuh hati, menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam yang harus terus dijaga.
Â
Sementara itu, film kedua berjudul “Tour on Mud (Ojek LUSI)” dari FFD, menyajikan perspektif adaptasi masyarakat terhadap perubahan lingkungan yang dipicu oleh fenomena lumpur Lapindo. Melalui gambar yang kuat, film ini mengingatkan kita akan urgensi perubahan perilaku dalam menjaga kelangsungan hidup bersama.
Â
Kedua film tersebut tidak hanya menjadi hiburan visual, tapi juga medium edukasi yang membuka mata, menyentuh rasa, dan menggerakkan kesadaran tentang keterkaitan manusia dan alam yang tak terpisahkan.
Â
Bagi Relung Indonesia, keikutsertaan dalam kegiatan ini adalah bagian dari komitmen untuk terus membangun ekosistem komunikasi lingkungan yang berakar pada nilai-nilai keadilan, partisipasi, dan kearifan lokal. Ini juga menjadi titik temu antara misi lembaga dan semangat generasi muda yang terus mencari cara baru untuk menyuarakan keberpihakan mereka terhadap bumi.
Â
“Konservasi dan keberlanjutan lingkungan harus kita narasikan dengan cara yang relevan hari ini. Bukan sekadar menyampaikan data, tapi menyalakan harapan melalui cerita yang genuine dan dekat dengan kita,” ungkap Eka Bagus Panuntun, perwakilan Relung Indonesia.
Â
Melalui kegiatan ini, Relung memperkuat posisinya sebagai penghubung antar-generasi, antar-komunitas, dan antar-wacana.
Â
Kegiatan ini bukan akhir, tapi awal dari gerakan yang lebih terstruktur. Para peserta, fasilitator, dan perwakilan komunitas sepakat untuk membentuk Forum Kolaborasi Hijau Jogja yang akan melanjutkan kampanye edukatif dan advokasi di tingkat lokal, dengan rencana aksi tahunan mulai dari pelatihan konservasi berbasis digital hingga kampanye visual di sekolah-sekolah.
Â
Karena pada akhirnya, bumi bukan milik kita—kita hanya menitipkannya pada generasi berikutnya. Dan sebelum waktu habis, mari kita rawat titipan ini bersama. 🌍🌱
“Dynamic Harmony between Human and Nature.”
-Relung Indonesia
Jaga lingkungan bersama Relung Indonesia Foundation! Dapatkan informasi terkini seputar kehutanan dan lingkungan di Indonesia.
Relung Indonesia Foundation
Copyright © 2023. All rights reserved.